KATA
PENGANTAR PENULIS
Sejak
tragedi gempa dan tsunami di Aceh dan Nias terjdi pada 26 Desember 2004 dan
menimbulkan korban tewas lebih dari 200 jiwa, saya mulai tertarik pada masalah
lingkungan. Saya juga, sejak itu, mulai merefleksikan kengerian bencana melalui
media assa. Peristiwa itu sangat mengesankan dan menyentak kesadaran spiritual
saya. Apalagi dalam renatang 2004-2009
di Indonesia terjadi bencana-bencana besar dengan korban massal. Gempa
Yogyakarta, banjir dan longsor, gunung meletus, puting beliung, dan lain-lain
telah mendorong saya utuk mencari tahu sebab-sebab dan akibat-akibatnya. Lalu bagaimana pandangan Islam tentang
bencana-bencana. Semua peristiwa itu, mendorong saya untuk membaca
informasi-informasi sekitar krisis lingkungan, perubahan iklim, dan sejarah bencana
yang pernah terjadi dalam peradaban.
Fakta-fakta
bencana yang disebabkan antara lain
karena pemanasan global dan pemanasan global disebabkan-yang utama-karena
aktivitas industri beabad-abad mansia kemudian memperkuat tekad saya untuk
mendalami dan menuliskannya ke dalam karya Disertasi. Buku ini adalah
pengebangan dari Disertasi tersebut yang saya lakuan dengan penuh inat tinggi
dan sungguh-sungguh, eski di sana-sini masih jauh dari sempurna.
Selanjutnya,
saya bersukur kepada Allah yang telah memberikan kepada saya untuk terus
memperhatikan ayat-ayat kawniyah-Nya, yakni alam semesta yang terus mengalami
agresi manusia melalui aktivitas teknologi dan kerasukan ideoogi kapitalisme
liberalnya sehingga menibulkan berbagai krisi lingkungna yang berbuah bencana-bencana.
Alam semesta, sebagai ayat-ayat-Nya yang merupakan kitab besar dengan
huruf-huruf besar tidak banyak dibaca oleh umat Islam. Umat Islam lebih suka
membaca ayt-ayat verbal (awliyyah) dengan huruf-huruf kecil, yaiu Al-Qur'an
al-karim. Menurut hemat saya, kini dibutuhkan pembaca, refleksi, dan tindakan
yang seimbang antar Ayat-ayat Verbal (al-Qur'an) dan Ayat-Ayat Fi'liyah (Alam
Semesta). Keseimbangan ini akan enghasilkan kekuatan intelaktual,moral, dan
ilmiah umat Islam untuk ambil bagian di dalam menanggulangi krisis lingkungan
baik di tingkat lokal, regional, maupun tingkat global. Karya ini, dengan
segala kekurangannya, adalah sebuah upaya menyumbangkan gagasan tentang
konservasi lingkungan dalam perspektif Islam.
Karya ini
terwujud berkat bantuan dan dorongan semua pihak. Saya menyampaikan terima
kasih kepada prof. Dr. Hadi S. Alikodra, MS dan prof. Dr. Fathurrahman Djamil,
MA yang memberikan masukan berarti bagi bobot buku ini. Terima kasih yang besar
juga saya tujukan kepada Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Fuad Jabali, MA, Dr. Yusuf
Rahman, MA yang membaca dan mengoreksi sejumlah hal dan ini memperkuat analisi
buku ini. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA,
Prof. Dr. MK Tadjudin, Dr. Muslimin Nasution, APU selaku penguji telah
memberikan masukan berharga bagi kesempurnaan buku ini.
Secara
kkhusus, saya menyampaikan terima kasih yang besar kepada prof. Dr. HM. Atho
Mudzhar, MSPD selaku penguji dan pembimbing yang dengan amat teliti, cermat,
dan penuh dedikasi mengusulkan banyak aspek terkait metodologi serta tema-tema
Fikih dan Syari'ah. Di samping saran-saran yang amat berharga iitu, belai juga
bersedia memberi kata pengantar pada buku ini. Saya, sekali lagi, mengucapkan
hutang budi dan terimakasih kepada Prof. Dr. HM.Atho Mudzhar, MPSD dan mereka
yagn telah disebutkan di atas. Namun begitu, keseluruhan isi buku ini tetap
menjadi tanggung jawab saya.
Selanjutnya,
saya menyampaikan terima kasih pada
Penerbit Dian Rakyat yang telah mempublikasikan karya saya ini. Terakhir,
penerbit buku ini tidak akan selesai tanpa dorongan, pengertian, dan
keharmonisan dan keluarga. Karena itu, saya secara sangat khusus menyampaikan
terima kasih kepada isteri tercinta, Sri Haryanti, yang penuh dengna
pengertian, kesabaran, dan keharmonisan mendukung dan bahkan membantu mencarikan
referensi. Terima kasih yang besar juga disampaikan kepada tiga anak saya
M.Alfan Haidar Dhofir, M. Bashara Hadid Dhofir, dan Gibralta Royal Mahadiva
Abdullah, yang hak-hak mereka seperti 'terampas' dengan kesuntukan saya selama
menulis karya ini. Atas pengertian keluarga, saya menghaturkan seara khusus
terimakasih.
Selain itu,
saya menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna . Diperlukan pendalaman
yang lebih jauh untuk menghasilkan temuan-temuan yang ideal. Atas kekurangan,
kedangkalan analisi, dan kesimpulan karya ini saya sepenuhnya mengakuinya.
Namun demikian, saya berharap semoga karya yang sedeehana ini dapat menjadi
amal bagi saya dan bermanfaat bagi yang lain.
Jakarta, 20 Oktober 2009
Dr. Mudhofir Abdullah
MEMBUMIKAN
FIKIH RAMAH LINGKUNGAN
Oleh
Prof. DR. HM.Aho Mudzhar, MSPD (Kepala Badan Litbang
da Diklat Departemen Agama)
Buku yang ada di tangan pembaca pada awlnya adalah
disertasi Saudara Mudhofir Abdullah yang dipertahankan di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (juli 2009) dimana saya menjadi salah satu
pengujinya. Saya memperoleh kesan bahwa tema ini sangnat relevan di tengah
ancaman krisis lingkungan yang telah menyedot perhatian sangat besar
bangsa-bangsa di dunia. Penulis buku ini berusaa merespon tangtangan-tantangan
krisisnn lingkungan dari perspektif islam. Penulis ingin menjelaskan bahwa dari
sisi ajaran, Islam telah meletakkan dasar-dasar dari konservasi lingkungan.
Al-Qur’an, hadits dan tradisi pemikiran Islam telah mengungkap sejumlah
kearifan terhadap kesejahteraan lingkungan meskipun disajikan secara tidak
spesifik.
Terlepas dari kekurangan buku ini, ada banyak hal yang
bisa dikatakan merupakan terobsan dalam mengkaji fikih yang selama ini masih
berkutat pada pesoalan-persoalan normatif dan bersifat formal-legaslitik.
Diskursus Islam dan lingkungan yang sering disebut sebagai “ Fikih Lingkungan “
(al-fiqih al bi’ah) sejak dekade 1990-an telah memperoleh perhatian intelektual
Muslim dan telah ditulis kedalam sejumlah buku. Namun begitu, berbeda dengan
isu-isu kesetaraan gender, HAM, dan demokrasi yang memperoleh porsi lebih besar
dalam dunia Islam, Isu-isu lingkungan kurang menarik. Isu pemanasan global dan
peubahan iklim yang telah memerosotkan
daya dukung bumi telah menimbulkan sejmlah bencana lam belum sepenuhnya
disadari sebagai akibat dari aktifitas manusia (antropogenik).
Aktifitas
industri yang ceroboh, kapitalisme liberal yang tanpa batas dan serakah, serta
transportasi yang tidak ramah lingkungan telah disadari sebagai penyebab utama
krisis lingkungan. Para ahli perubah iklim telah mengingatkan bahwa jika tidak
ada tindakan global untuk mengatasi atau mengeram perilaku “bunuh diri”
lingkungan (ecocide), maka abad ini (abad ke-21) adalah abad terakhir manusia
hidup di bumi. Pernyataan perilaku konsumsi dan industri serta kembali kepada
kearifan lingkungan sebagaiman diajrakan oleh agama-agama dan tradisi-tradisi
besar dunia. Karena itu, krisi lingkungan dilihat dari argumen ini merupakan
cermindari krisis moral dan spiritual.
Itulah sebabnya, kajian buku ini merupakan pengembangan
dari fikih-fikih konvensioal yang lebih menekakan aspek-aspek formal
legaslitik. Kajian ini bergerak ke ranah persoalan aktual yang sedang menjadi
tema global dan merupakan anti keprihatinan manusia modern, yakni : krisis lingkungan.
Karena itu, bisa dikatakan bahwa kajian ini tengah menjajaki sebuah kajian
Fikih Lingkungan yang narasi-narasi besarnya telah dikemukakan dalam
fikih-fikih klasik. Saya akan coba uraikan mengapa kajian-kajian tetang “Fikih
Lingkungan” dangat perlu di urgen. Mengapa kaian “ Fikih Lingkungan” menunutk
kecakapan ilmiah intelektual Muslim untk memberikan konstribusi bagi krisis
lingkungan global.
A. Mengapa Fikih Lingkungan ?
Menurut saya, wacana Fikih lingkungan dengan seluruh varianny
telah memperkaya perspektif-perspektif stadi Islam di dunia kontemporer. Para
ilmuan baik Muslim maupun non Muslim telah mengangkat isu-isu lingkungan dan
titik-titik Islam. Pergeseran isu fikih ini terjadiketika gerakan
environmentalisme global memerlukan sebuah kerja sama sseluruh bangsa untuk
menghaapi fakta-fakta krisis lingkungan yang telah menyajikan bencana-bencana
serius. Semua tradisi besar agama-agama dunia terlibat dalam gemuruh
penganggulangan krisis lingkungan melalui kontribusi kearifan tradisinya.
Karya-karya rintisan tentang Fikih Lingkungan atau
variannya seperti etika lingkngan Islam dan teologi lingkungan Islam telah
memperkaya khazanah gerakan lingkungan global dari sisi ajran Islam. Namun,
fikih lingkungan belum menemukan jatih dirinya sebagai suatu disiplin yang
mapan. Sebagian besar karya tentang Fikih Lingkungan masih disajikan secara
sporadis dalam bentuk makal-makalah. Selain itu , Fikih Lingkungan belum
memperoleh sambutan luas di dunia Islam sebagaimana fikih-fikih konvensioanal
seperti fikih ibadah, fikih siasah (politik), fikih mawaris (warisan), fikih
zakat, fikh wanita, dan lainnya-lainnya. Kenyataan ini memberi penjelasan
mengapa Fikih Lingkungan kurang populer, tidak menjadi perhatian besar kaum
intelektual Islam, dan belum mejnadi bagian darai kesadaran umat Islam,
termasuk oleh dunia pendidikan Islam.
Fikih Lingkungan sebagai disiplin baru dalam peradaban
Islam kontemporer dapat menjadi Instrumen bagi Islam atas gerakan global dalam
menghadapi krisis-krisis lingkungan disamping, tentu saja, sebagai cara
memperbaiki kualitas lingkungan hidup bagi Umat Islam di negara mereka sendiri.
Kerja sama antar sesama negara Islam dan antar bangsa-bangsa di dunia dalam
wadah organisasi di bawah naungan PBB (United Nations) dibidang konservasi
lingkungan menjadi kecenderungan besar. Ini menandai sebagai gejala sadar
lingkungan yang oleh Seyyed Hossein Nasr diebut sebagai suatu ciptaan pertama.
Gejala seperti ini pada tingkat negara masing-masing ditinjaklanjuti dengan
diundangkannya sejumlah aturan hukum domestik , memasukkan unsur-unsur baru
tentang lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Namun, esadaran dan praktik
berwawasan lingkungan semacam ini tidak ditindak lanjuti dalam kerangka
penciptaan rumusan konsep utama fikih lingkungan yang melekat secara inheren
dalam tubh pendidikan serta ritual Islam. Akibatnya, persoalan lingkungan hidup
hanya dipandang sebagai semata-mata bersifat duniawayah dan dianggap bukan
sebagai bagian organik dari ritual ibadah.
Menurut Sadok Atallah dan M.Z. Ali Khan bahwa penggunaan
kosep Islam untuk mempromosikan kesehatan manusia dan lingkungan, dalam konteks
ini di kawasan Mediterania, memperoleh sambutan dan sangat efektif bahkan
memperoleh pengakuan Word Healt Organization (WHO). Kasus ini menunjukan masih
dipercayainya ajaran Islam sebagai suatu Way of Life yang mengharuskan
aplikasinya dalam kehidupan Muslim. Dengan memakai analisis ini, Fikih
Lingkungan bisa menjadi instrument kesadaran akan konservasi lingkungan dan
menyetubuhkan ke dalam ajaran-ajaran dasar Islam lewat pendidikan. Ijtihad
perlu dilakukan untuk menemukan rumusan utama tentang komponen-komponen , Fikih
Lingkungan, manajemen konservasi sumbr daya dan lingkungan, serta evaluasi
terhadapa implementasinya. Menurut Bruce Mitchel bahwa suatu manajemen sumber
daya dan lingkungan (resource and environmental management) memerlukan
monitoring dan evaluasi yang di dalamnya melibakan lembaga-lembaga
negara,swasta,LSM, tokoh-tokoh masyarakat, kaum agamawan, dan setiap individu.
Mitchel, misalnya, merinci cara evaluasi itu dilakukan seperti dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan : What is happening in the environment ?, why is it happening?, why is it significant
?, what is being done about it ?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan pertanyaan: What has happened since the previous report
?, what further action should be taken?, and what conclusions cen be reached
about the perfomance of resource and environmental organizations ? Apa yang
dikemukakan oleh Bruce Mitchell adalah contoh bagaimana sebuah monitoring dan
evaluasi terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungna dilakukan.
Konsep-konsep konservasi lingkungan, pada akhirnya, sangat bergantung pada dan
dipertarukan oleh implementasinya dilapangan.
Dari contoh
yang dijelaskan Bruce Mitchell tersebut konsep-konsep , Fikih Lingkungan yang
telah dirumuskan oleh para intelektual Islam, seperti Yusuf Qaradhawi, Musthafa
Abu Sway, Mawil Y. Izza Deen, Ibrahim Ozademir, dan lain-lainnya yang
bahan-bahan baku ilmiahnya telah disuplai oleh Seyyed Hossein Nasr, Ziauddin
Sardar, Nomanul Haqq, dan lain-lainnya perlu dikembngkan e arah yang lebih
aplikatif dan operasional. Karya-karya barat dan juga karya-karya Muslim
sendiri dapat dimasukkan sebagai komplementer proyek implimentasi Fikih dan
etiks Lingkungan Islam di tengah krisis lingkungan global. Dari perspektif ekoteologi dan ekosofi Islam, aspek-aspek
Fikih Lingkungan telah diulas dan dijelaskan dengan sangat reflektif serta
mendalam oleh karya-karya para teolog, filosof, dan sufi. Karena itu, urgensi
pengembangan Fikih Lingkungan tarafnya sekarang bukan lagi bersifat konseptual
tetapi sudah pada taraf implementatif dalam kerangka tarikan nafas kerjasama
global menanggulangi krisis-krisis lingkungan.
B. Fikih Lingkungan Bagi Kebaikan Seluruh Bumi
Urgensi
pengembangan Fikih Lingkungan adalah sebuah keniscayaan dan sebuah kemutlakan
yanag total. Krisis-krisis lingkungan dewasa ini adalah kenyataan yang telah
disadari sebagai sebuah ancaman kepunahan kehidupan di bumi bila langkah-langkah
antisipatif tidak dilakukan oleh manusia sejak sekarang. Tidak ada sebuah
bangsa di dunia ini yang bisa mengatasi sendiri masalah krisis lingkungan .
Juga tak ada bangsa yang dapat menghindarkan diri dari krisis-krisis lingkungan
yang terjadi di bagian atau kawasan lain. Saling ketergantngan di antara
bangsa-bangsa di duni membuat satu sama lain saling memengaruhi. Jadi,
darisudut kerjasama global , Fikih lingkungan atau etika lingkungan Islam
adalah pintu masuk untuk menrikan kontribusi kearifan lingkungan dan untuk ikut
ambil bagian di dalam gerakan global atasi krisis lingkungan, ini di suatu
sisi. Di sisi lainnya, jumlah umat Islam di duni ada adalah seperenam atau
sekitar 1,1 miliyar dari 6 miliyar lebih penduduk dunia. Artinya, potensi umat
Islam sangat besar sebagai pendukung dan penopang gerakan lingkungan global.
Dengan meletakkan ajaran Fikih Lingkungan atau turunnya (etika lingkungan atau
teologi lingkungan Islam) ke dalam kesadaran umat Islam dan melalui
lembaga-lembaga pendidikan , maka ia akan menjadi instrumen yang kuat bagi
tindakan konservasi lingkungan.
Selanjutnya,
urgensi pengembangan Fikih Lingkungan selain alasan-alasan di atas juga yang
terpenting adalah karena potensinya yang menjanjikan bagi masa depan, khusunya
lingkungan hidup Muslim. Ziauddin Sardar menegaskan bahwa cita-cita akhir
sistem Muslim adalah memantapkan lingkungannya danberusaha mendapatkan
perkembanagan yang sehat. Cita-cita ini, menurut Sardar, juga merupakan
suatu kewajiban : dunia mempunyai hak
atas perdamaian Muslim. Menjadi tugas peradaban Muslimlah utuk menjaga dan
mempertahanakan lingkungannya. Potensi peradaban Muslim sangat konstruktif bagi
konservasi lingkungan. Peradaban Muslim sebagian masih hidup, dan lengkap
dengan nilai-nilainya, tradisi-tradisinya, budayanya, dan tinjauan dunianya
(word-view). Peradaban semacam ini memiliki banyak sekali hal untuk ditawarkan
kepada dunia, terutama bagi gerakan menanggulangi krisis lingkungan. Dengan
demikian, umat Islam harus memberi perhatian aktif, demi kesejahteraanya
sendiri maupun demi kebaikan seluruh bumi ini, pada krisis global yang timbul,
seperti kemerosotan bidang-bidang kehidupan, kekurangan pangan, peledekan
penduduk, penipisan sumber-sumber daya alam dan inflasi serta ketidakstabilam
moneter. Ini semua dan masalah-masalah serta kecenderungan-kecenderungan global
lainnya harus dianalisis dari sudut pandang Muslim dan, bila mungkin, dengan
menggunakan metodologi-metodologi Muslim klasik dan modern seperti melalui
Fikih Lingkungan dan atau etika lingkungan Islam dengan modifikasi-modifikasi
interdisipliner.
Pengembangan Fikih Lingkungan secara interdisipliner
mengharuskan dilakukan ijtihad jama’i atau ijtihad kolektif yang nantinya dapat
menghasilkan sebuah ijma’ atau konsensus tentang konsep-konsep utama Fikih
Lingkungan berkut panduan implementasinya. Pendekatan interdisipliner yang
melibatkan berbagai ahli dari latar belakang disiplin memungkinkan sebuah hasil
rumusan utama yang holistik dan komprehensif. Dari sudut argumen ini,
pengembangan fikih lingkungan harus diletakkan dalam kerangka kebutuhan praktis
tanpa kehilangan dimensi spirit Syari’ah. Bassam Tibi tepat sekali ketika
menyatakan bahwa Syari’ah bisa menjadi sebuah “open texture, legal
hermeneutics, dan topic thesis.” Sebagai “open texture” berarti Syari’ah
merupakan suatu struktur norma tertulis yang sudah baku, tapi terbuka untuk
iterpretasi. Hart, sebagaimana dikutip Tibi mengingatkan bahwa “ the resoure to
the same handed-downlaw can have a different content in different times and different
systems. Penjelasan ini dapat menguatkan bahwa pemberian bobot substansi untuk
Fikih Lingkungan dapat dilakukan dengna jalan dinamis dan tersu-menerus melalui
serangkaian pembaruan interpretasi dan ijtihad jama’i. Bassam Tibi, misalnya,
menyimpulkan “ the theory of law as an open texture in Hart’s sense, the topics
theory of Viehweg, and juristic hermeneutics could all be of great assistence
in offerts to modernize Islamic law. Pemakaian suatu metode yang tepat dan
multidisipliner, memang, bisa mengefektifkan kerja-kerja reformlasi fikih,
termasuk Fikih Lingkungan.
Selain pembaruan dan perubahan di level konstruk
pemikiran atau gagasan, keterlibatan sejumlah lembaga pendidikan, pemerintah,
dan NGO (non-goverment-organization) juga merupakan sebuah keniscayaan dimana
keterlibatan mereka akan memperkuat basis-basis tindakan dan implementasi.
Penggunaan berbagai disiplin dilakukan karena Fikih Lingkungan bukanlah
disiplin yang lahir dari ruang kosong, tetapi lahir dari interaksi intensif
antara mantra sosial, matra ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan.
Matra-matra tersebut merupakan kenyataan yang mengelilingi umat Islam dengan
segenap nilai yang diajarkan Islam. Peminjaman metodologi tersebut, tentu saja,
harus selektif sehingga terhindar dari bias berlebihan.
Harus diakui bahwa
pembicaraan tentang Islam dan cabang-cabangnya terutama yang terkait dengan
Fikih Lingkungan dan teori-teori pembangunan banyak meminjam metodologi barat
dan teori-teori sosial modern. Penggunaan ini sah-sah saja sejauh metodologi
dan teori-teori ini hanya dipakai sebagai sarana memperoleh
kesimpulan-kesimpulanyang benar bagi kemaslahtan tanpa menjadi ideologi atau
teolog teori-teori tersebut. Dalam konteks pengembnangan Fikih Lingkungan,
Metodologi dan teori-teori sosial modern hanya menjadi salah satu alat yang
dipilih secara kritis.
Penjelasan-penjelsana di atas menjadi bahan pengembangan
Fikih Lingkungna yang kehadirannya sebagai disiplin baru mencerminkan semangant
jaman (zeit geist) dalam peta krisis lingkungna global. Apalagi, sebagimana
telah dijelaskan di bagian terdahulu, memelihara lingkungan adalah sama dengan
memelihara agama, jiwa, akal, katurunan, dan properti yang disebut sebagai
al-dharurat al-khamsah oleh Yusf Qaradhawi dan Musthafa Abu-Sway. Bahkan
Musthafa Abu-Sway menyebutkan bahwa memeilihara lingkungan adalah tujuan
tertinggi Syari’ah. Sebagai tujuan tetinggi Syari’ah, maka implementasi
konservasi lingkungan menjadi keharusan total yang pedoman-pedoman
operasionalnya dirumuskan dalam apa yang disebut sebagai Fikih Lingkungan
dengan seluruh variannya. Itulah sebabnya, pengembangan Fikih Lingkungan
menjadi sangat Urgen, sedikitnya karena empat alasan utama,yakni
Pertama,
kondisi obyektif krisis lingkugnan yang
semakin parah baik di negara-negara Islam maupun tingkat di tinkat global
memerlukan partisipasi dari ajaran agama Islam sebagai agama rahmatan
lil-alamin. Selain partisipasi itu melalui etika lingkungan islam juga yang
tetpenting adalah melaui fikih lingkungan. Fikih Lingkungan yang sudah dirintis
oleh para lama dan intelektual Muslim perlu dikembangkan ke konsep-konsep yang
lebih operasional dan melalui pelembagaan formal (memasukkan unsur-unsur etika
Islam ke dalam aturan-aturan formal negara). Perpaduan antara nilai ajaran
Islam dengan kearifan-kearifan formal sosio-budaya dan hukum akan menimbukan
suatu kekuatan. Dalam konteks umat Islam, hal ini akan memperkuat aspek jiwa
dari sebuah hukum formal. Ruh suatu aturan hukum aau lebih luasnya fikih akan
menentukan aspek implementasinya.
Kedua,
umat Islam memerlukan sebuah kerangka pedoman komperhensif tentang pandangan
dan cara melakukan partisipasi di dalam masalah konservasi lingkunangan
fikih-fikih yang ada dan ditulis oleh para ulama klasik bahkan ulama modern
tidak memadai lagi dan belum mengkomodir dalam bentuk operasional paduan
tentang konservasi lingkungan dalam perspektif dan wawasan krisis lingkungan
modern. Agknya, karya-karya Fikih Lingkungan yang ada masih berjuang untuk
menemukan dasar ontologis dan epistemologis dan belum beranjak kearah pengembangan.
Pengmbangan fikih lingkungan belum mendapatkan moment of truth di kalangan umat
islam dan masih dianggap sebagai disiplin
baru yang belum terasa penting.
Berbeda dengan isu-isu kesetaraan gender yagn telah menghasilkan banyak
karya (setingkat Tesis dan Disertasi), karya-karya dibidang Fikih Lingkungan
masi bisa dihitung dengan jari. Fakta ini lebih memprihatinkan ketika lembaga
pendidikan Islam, terutama Perguruan Tinggi Islam, belum memasukkan Fikih
Lingkungan dalam kurikulum. Karena itu, belum ada pakar-pakar yang memiliki
perhatian khusus dan serius di bidang ilmu Fikih Lingkungan. Jika tidak ada
perhatian dari otoritas pendidikan Islam saat ini, maka akan menyebabkan
kekosongan para ahli di bidang ini di masa depan di samping menyebabkan kekosongan
para ahli di bidang ini di masa depan di samping menyebabkan makin lemahnya
pilar konservasi lingkungan dari sisi ajaran Islam padahal krisis-krisis
lingkungan telah dirasakan oleh dunia Islam. Peran pendidikan Islam dalam
konteks ini adalah untuk memaksimalkan studi-studi lingkungan (yakni, Fikih
Lingkunan) dalam merencanakan proyeksi katastropik dan tindakan-tindakan
praktis konservasi lingkungan dengan basis etika Islam.
Ketiga,
Fikih Lingkungan belum dianggap sebagai disiplin yang masuk ke ranah studi
Islam. Akar-akar ontolohis dan epistemologisnya masih diperebatkan sehingga
masih dianggap sebagai bagian dari ilmu lingkungan dan atau studi-studi
pembangunan. Dengan tambahan kata lingkungan di belakang kata fikih membuat
gabungan kata fikih lingkungan memerlukan keahlian lain sehingga rumusan atas
konsep-konsep utamanya bersifat komprehensif, aplikabel, dan operasional.
Memang di dalam Fikih Mu’amalah, banyak dibahas tema-tema lingkungan seperti
harah, ihya al-mawat, hukum berburu, hima’ dan lain-lainnya. Namun, pembahasan
itu masih bersifat generik danhanya bersifat etis. Diperlukan
penjelasan-penjelasa yang lebih operasional, kontekstual dan berbobot ekologis.
Usaha-usaha semacam ini masih dilakukan secara tidak terlembaga dan sitematik
tapi hanya melalui kegiatan aksindedal dalam pembicaraan-pembicaraan di
kalangan kaum elit. Itulah sebabnya, Fikih Lingkungan hingga sekarang sekarang
masih menjadi wacana elit dan belum menyentuk ke akar rumput umat Islam.
Keempat,
Fikih Ligkungan sebagai induk konservasi lingkungan berbasis ajaran Islam perlu
dimasukkan ke dalam program-program penidikan, misalnya dengan memasukkannya ke
dalam kurikulum sejak dari tingkat Sekolah Dasar hingg Perguruan Tinggi. Hal
ini penting karena gerakan kesadaran tentang konservasi lingkungan sangat
efektif melalui strategi pendidikan dan kebudayaan. Kesadaran dan pengetahuan
tentang lingkungan dengan segenap seluk-beluknya perlu ditanamkan kepada umat
yang menyetubuh di dalam ajaran serta nilai Islam melalui pendidikan. Dengan demikian,
pengembangan Fikih Lingkungan memperoleh dukungan kelembagaan Islam di smaping
dukungan-dukungan publik, atau para ecothinker.
Urgensi
pengembangan Fikih Lingkungan dalam khazanah Islam modern memang masih kalah
dengan usaha pengembangan disiplin Ekonomi Islam. Disiplin ini, meski secara
entologis dan epistemologis masih diperdebatkan dan berada dalam bayang-bayang
sistem ekonmi konvensional , namun ia telah beranjak lebih jauh dan masuk ke
lembaga-lembaga pendidikan Islam. Dari sisi kelembagaan, sistem ekonomi Islam
telah memperoleh kepercayaan publikbaik Muslim maupun non-Muslim melalui
bank-bank Syari’ah. Gejala ini, tentu saja, merupakan kemajuan berarti bagi
pengambangan cabang-cabang Fikih Islam yang perumusan konstruksinya melibatkan
berbagai pakar yang berbeda diiplin dan kerjasama denga lembaga-lembaga non
Muslim. Pengalaman pengembangan Sistem Ekonomi Islam yang bermola dar
gagasna-gagasan atau konstruk-konstruk abstrak kemudian mengejawantah ke dalam
lembaga-lembaga modern merupakan sebuah prestasi kaum intelektual Islam di
dalam mengakomodir perubahan-perubahan sosial modern ke dalam konstruk
Syari’ah. Pengalaman ini bisa memperkuat pengembangan Fikih Lingkungan ke arha
yang lebih pasti dan berkesinambungan.
Pada
dasrnya, sistem Ekonomi Islam adalah kriti terhadap sistem ekonomi
konvensional, yakni ekonomi sosialisme maupn kapitalisme,yang menempatkan
manusia sebagai homo economicus. Filsafat ekonomi kapitalismeadalah filsafat
eksploitasi yang sepanjang sejarahnya telah menyebabkan kerusakan lingkungan.
Namun, kritik terhadap kerusakan kapitalisme oleh kajian Ekonomi Islam yang
menyebabkan krisis lingkungan kurang ditekankan. Penekannya justru lebih pada
kritik doktrin kapitalisme yang menampilakan ketidak adilan dan penciptaan
kesenjangan sosial. Kendati emikian, berkembangnya studi-studi Ekonomi Islam
menjadi pintu masuk bagi pengembangan Fikih Lingkungan yang, pada dasarnya,
mengkritik bentuk-bentuk eksploitasi dan perusakan terhadap sumber daya-sumber
daya lingkungan yang makin menipis.
C. Fikih Lingkungan : Kemanfaatan Teoritis dan Praktis
Setelah
pengmbangan Fikih Lingkungan memperoleh argumen-argumennya sebagaimana diulas
di atas, Fikih lingkunga harus dikembangkan kearah pemenuhan tujuan-tujuan.
Tujuan ini bukan saja bersifat teoritis, yakni berupa gagasan-gagasan atau
konstruk-konstrk utama, tetapi juga bersifat praktis yang menghasilkan sejumlah
panduan aplikatif yang secara operasional berguna bagi tindakan-tindakan
konservasi lingkungan.
Konservasi
lingkungan adalah sebuah konsep yang sangat penting di jaman modern yang telah
terancam oleh kepunahan. Karena itu, gagasan-gagasan konservasi alami kini
bukan lagi untuk ditunggu kesempurnaannya (menunggu konsep tu sempurna baru
dilakukan), tetapi harus segera dilakukan dan diimplementasikan secara
menyeluruh. Meminjam ugnkapan Emil Salim sebagaimana dikutip Burce Mitchell
mengatakan “ As a developing country,
ndonesia faces the necessity of having to start sailing while still building
the ship. We don’t have the time to wait until all concepts are well
astablished, until the theories ore comleceted, The problems cannot wait until
we can think the problem through.” Jadi, bukan menunggu semua konsep dan teori
sempurna baru dilaksanakan karena krisis-krisis lingkungan telah yata dan menyebabkan
bencana-bencana. Seluruh manusia di bumi bukan hanya negara berkembang
[Indonesia] sebagaimana disebut Emil Salim sedang menghadapi krisis lingkungan
dan tak ada lagi waktu untuk menunggu.
Adapun
tujuan pengembanga Fikih Lingkungan adalah untuk : Pertama, mendorong lahirnya
kesaaran para intelektual Muslim dan umat Islam dalam masalah krisis
lingkungan. Fikih Lingkungan menjadi media promosi yang bukan saja menyajikan
argumen-argumen tentang keharusan-keharusan umat tentang pentingnya konservasi
lingkungan berbasis fikih, tetapi juga memberi wawasan tentang krisis-krisis
lingkungan yang memerlukan keterlibatan semua komponen kearifan uamat beragama,
khusunya agama Islam.
Kedua,
mendorong perubahan paradigma baru Fikih dengan mengkomodir bhahan-bahan baru
dari kondisi-kondisi sosial-budaya dan lingkungan hidup. Paradigam baru itu
bisa berupa eksplorasi khazanah Syari’ah dalam titik-titik ekologi dan spirit
environmentalisme global. Tujuan ini memiliki destinasi konkrit, yakni
meletakkan kerangka Fikih Ljngkungan ke dalam gerakan global konservasi
lingkungan baik tergabung dalam organisasi-organisasi di bawah United Nations
atau PBB mauoun tergabung dalam NGO-NGO di bidang lingkungan. Hal ini dilakukan
agar relevansi konsep-konsep utama Fikih Lingkungan berada dalam tarikan nafas
yang sama dengan tujuan konseervasi lingkungan global tanpa
pertentangan-pertentangan berarti baik secara teologis maupun secara politik.
Juga tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsio Syari’ah sebagai esensi Islam.
Ketiga,
memberikan sumbangan pemikiran dari sisi kearifan ajaran Islam guna menyusun
action plan pemeliharaan .lingkungan, baik untukkepentingan intra-bangsa-bangsa
Muslim maupun untuk kepentingan antar bangsa-bangsa di dunia lainnya. Dengan
kekayaan kearifan lingkungan yang dimiliki Islam dan dijabaroperasionalkan
melalui kerangka pemikiran Fikih Lingkungan, maka akan memudahkan
program-program action plan konservasi lingkungan.
Keempat,
meningkatkan peran Islam di tingkat internasional dalam memelihara lingkungan.
Globalisasi yang telah menyatukan bangsa-bangsa ke dalam satu keperihatinan
global, terutama dalam menghadapi krisis-krisls lingkungan, mengharuskan Dunia
Islam ikut ambil bagian di dalamnya. Partisipasi dalam gerakan lingkungan
global memerlukan sebuah paradigma, konsep-konsep, dan kemauan politik Dunia
Islam sehingga tidak mengalami hambatan-hambatan teologis, ideologis, dan
psikologis. Dengan menyiapkan perangkat- perangkat gagasan, seperti dengan
perspektif Fikih lingkungan, Dunia Islam lebih mampu untuk memainkan peran
penting dalam gerakan environmentalisme global.
Kelima,
memperbesar kapasitas Fikih Lingkungan di dalam upaya mengerem, meminjam
istilah Seyyed Hossein Nasr sekularisasi kosmos yang memisahkan relasi manusia
dengan lingkungannya. Desakralisasi dan sekularisasi kosmos sepanjang
berabad-abad membuat manusia mengembangkan watak penaklukan atas alam sehingga
menimbulkan krisis- krisis lingkungan sangat serius. Kapitalisme sebagai
'ideologi' ekonomi manusia modern telah berimplikasi pada sekularisasi pandangan
manusia atas alam sehingga alam direndahkan.51 Dalam konteks fenomena semacam
ini, kearifan-kearifan tradisi Fikih Lingkungan dengan seluruh variannya dapat
menyumbangkan konsep
pemeliharaan lingkungan global.
Kelima
tujuan pengembangan itu dapat memberikan orientasi format dan arah Fikih
Lingkungan di masa depan terkait dengan partisipasi Islam di dalam mengatasi
krisis lingkungan di tingkat lokal, regional, maupun internasional. Dalam
kerangka argumen ini, Ziauddin Sardar benar ketika mengatakan bahwa umat Islam
menghadapi dua tugas yang sama-sama besar dan berat, yakni: menggerakkan
peradaban Islam yang hidup dan memberikan sumbangan positif untuk menanggulangi
problem- problem lingkungan dan atau krisis bumi. Argumen Sardar,
setidak-tidaknya dapat mendorong Dunia Islam melakukan tindakantindakan yang
perlu terkait dengan konservasi lingkungan berikut langkah-langkah
anstisipasinya. Apalagi menurutnya, peradaban Muslim adalah satu-satunya
peradaban yang masih melestarikan sifat hakikinya, yang dapat dijadikan tameng
untuk menghadapi peradaban Baratyang dominan, dan yang dapat memberikan
struktur nilai yang banyak dibutuhkan untuk menuntun manusia menuju
keselamatan.
Struktur nilai yang dapat
mengarahkan peradaban Muslim, khususnya terkait dengan kelestarian lingkungan
bagi negara-negara Muslim, adalah nilai tawhid yang mengintegrasikan relasi
sakral antara Tuhan, manusia, dan alam atau kosmos. Relasi sakral ini disebut,
meminjam Sachiko Murata, sebagai 'keakraban yang berani' antara Tuhan, manusia,
dan alam. Dalam relasi ini, konsep-konsepnya kemudian dijelaskan lagi dalam
konsep-konsep yang lebih operasional, yakni misalnya dirumuskan dalam konsep
Fikih Ungkungan dan atau Etika Lingkungan Islam.
Dengan
demikian,tujuanpengembanganFikihlingkungan ini dilakukan untuk menemukan spirit
Fikih yang ekologis dan membangun gerakan ekologi global yang mengandung
bobot-bobot spiritual. Fikih Lingkungan yang dikembangkan bukan lagi
semata-mata bersifat eksklusifda lam arti untuk dirinya sendiri, untuk memenuhi
kepuasan spiritual individual semata, dan terisolasi dari dunia luar tetapi
juga diletakkan dalam kerangka sipirit masyarakat terbuka ( open society) yang dicirikan oleh kebutuhan saling mengisi
(take and give) dan saling bekerjasama. Selanjutnya, Fikih Lingkungan juga
bukan dibangun hanya dalam tataran ide yang mengandung tingkat abtraksi yang
terlalu ideal dan utopis, tetapi juga berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
praksis modernitas, seperti fungsi konservasi lingkungan. Dengan menurunkan
tingkat abtraksi ideal-ideal Syari'ah ke dalam kategori-kategori praksis, visi
dan konsep Fikih Lingkungan memperoleh dimensi fungsionalnya. Ke arah inilah
tujuan-tujuan pengembangan Fikih Lingkungan dilakukan.
D. Sebuah Apresiasi
Kajian
Saudara Mudhofir Abdullah dalam buku ini hanyalah sepercik gagasan yang
memerlukan pendalaman, pengembangan, dan penelitian lebih lanjut. Saya
mengapresiasi karya ini dan berharap penulisnya terus menulis tema ini dalam
jurnal-jurnal nasional maupun internasional. Pengayaan tafsir- tafsir klasik
perlu dilakukan agar karya ini memiliki analisis seimbang dan tidak terkesan
hanya memilih karya-karya Barat dan atau karya-karya intelektual Muslim
modernis. Hal ini demikian karena bobot sebuah karya apalagi karya kajian Islam
terletak pada sumber-sumberyang luas dari para ulama klasik sehingga tidak
ahistoris.
Namun
demikian, karya ini merupakan awal yang baik bagi sumbangsih Islam atas
krisis-krisis lingkungan. Islam harus fungsional dalam kehidupan modern yang
terancam oleh kepunahan akibat bencana-bencana alam yang kian meningkat.
Sebab hanya
dengan cara ini, Islam benar-benar hadir dan dirasakan oleh umat manusia.
Krisis lingkungan yang telah memasuki tahap sangat akut menuntut sebuah
pemikiran, tindakan, dan perubahanyangspesifikdari umat manusia. Islam yang
merupakan agama besar dunia harus ikut memberikan respon, aksi, dan antisipasi
atas krisis lingkungan global. Dan, menurut saya, kajian-kajian tentang Islam
dan konservasi lingkungan merupakan bagian dari upaya dimaksud, termasuk karya
ini. Wallah A'lam Jakarta, 20 Oktober 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Agenda konservasi lingkungan terus mendapatkan
perhatian yang semakin luas. Kesadaran tentang perlunya tindakan global untuk
menyelamatkan lingkungan dari kerusakan telah menjadi agenda bersama semua
bangsa.Krisis-krisis lingkungan telah menyatukan bangsa-bangsa untuk
menghadapinya dengan sejumlah kebijakan
bersama. Meminjam ungkapan John Mc Cormick bahwa " masalah konservasi adalah suatu
probem yang lebih luas daripada batas-batas suatu negara.
Menurut
Philip Shabecoff, akar-akar gerakan environmentalism modern sudah ada dan
berakar sejak abad ke-19,namun pelibatan agama dalam penanganan konservasi
lingkungan datang
lebih belakang. Keterlibatan agama terjadi ketika kerja sama global dalam
konservasi lingkungan diselenggarakan dalam tingkat konferensi Internasional
pada 1972 di Stockolm dan dilanjutkan pada pertemuan puncak, Earth Summit, di Rio
de Janeiro Juni 1992. Agama-agama besar dunia sejak itu kemudian dianggap
sebagai pilar penting untuk membantu menopang kesadaran konservasi lingkungan
melalui eksplorasi ajaran-ajarnnya. Ajaran-ajaran agama dan
spiritual dianggap mampu memperkuat kesadaran umat manusia untuk
mengimplementasikan tugas-tugas kinservasi lingkungna yang mengalami degradasi
akibat agreai manusia modern secara terus-menerus melalui watak penaklukannya.
Kerusakan lingkungan sebagai besar disebabkan oleh word-view atau
cara pandang yang terlalu antroposentrik dan humainistik. Pandangan bahwa alam
harus dikuasai untuk kepentingan ekonomi dan pembangunan. Cara pandang semacam
ini menempatkan kedudukan manusia terpisah dari ekosistem lingkungan.
Akibatnya, sains dan teknologi selama beabas-abad kering dari spiritualitas dan
sepenuhnya mengabdi pada kepentingan manusia yang mengabdikan masalah-masalah
lingkungan.
Karena
itu, kondisi lingkungan global yang kian memburuk dan kritis, tidak cukup hanya
diatasai dengan seperangkat peraturan hukum dan undang-undang sekuler, tetapi
juga kesadaran otentik dan relung-relung batin dan spiritual setiap individu
yang wujudnya adalah nilai-nilai moral dan agama. Munculnya pemikiran etolelogi
dan eksofi mencemirkan pergeseran baru yang lebih serius terhadap
masalah-masalah krisis lingkungan. Teologi dan filsafat yang semula hanya
berkutat bicara soal Tuhan, kini telah membumi mengurus problem-problem krisis lingkungan.
Demikian pula dalam tradisi fikih kontemporer, meski bersifat rintisan, kini
telah beranjak ke arah yang lebih faktual, universal, dan terlibat dalam
gemuruh problemproblem global seperti krisis lingkungan dan kinservasi
lingkungan. Argumen-argumen tentang urgensi konservasi lingkungan dari
perspektif khnzah kearifan agama-agama dan tradisi-tradisi besar umat manusia,
termasuk Syari'ah, telah mengalami trend menaik sejak lima dasawarsa terakhir.
Karena itu, argumen konservasi lingkungan telah memperoleh dukungan nilai moral
dan spiritual dari ajaran agama sehingga dapat mebantu percepatan atasi krisis
lingkungan di bumi.
Nilai-nilai
ini dipercaya memiliki kemampuan tinggi dalam mempengaruhi word-view pemeluknya
dan menggerakkan dengan umat kuat perilaku-perilaku mereka dalam kehidupan.
Tumpulnya hukum dan konvensi-konvensi sekuler dalam melindungi lingkungan alam
mengharuskan keterlibatan potensi-potensi spiritual dalam memecahkan
problem-problem tersebut. Karena itu, dalam konteks umat beragama, kepedulian
terhadap lingkungan amat tergantung pada bagaimana aspek-aspek ajaran agama mengenai
lingkungan disajikan dan dieksplorasi oleh para tokohnya dengan bahasa serta
idiom-idiom modern ekologis.
Di
era modern ketika kehidupan manusia dan masalah-masalahnya begitu kompleks,
peran agama sangat dibutuhkan untuk memberi topangan nilai. Agama tidak lagi
hanya berkutat pada masalah-masalah spiritual dan eskatologis belaka, tetapi
juga harus beranjak ke aspek-aspek rill masyarkat pemeluknya. Caranya adalah
dengan menanamkan nilai-nilai moral sehingga manusia memiliki kemampuan tinggi
untuk mengatasi masalah-masalahnya dengan tanpa merusak harmoni dengan
lingkungannya. Dengan nilai-nilai moral agama, manusia memiliki cope-ability
(kecakapan mengatasi) dan ketajaman membaca tanda-tanda zaman berikut kemampuan
menciptakan seperangkat nilai untuk melestarikannya seperti hukum dan sejumlah
peraturan.
Demikianlah, ruang lingkup pemahaman Syari'ah-baik yang
mewujud dalam bentuk disiplin fikih, teologi (kalam), tasawuf, dan
etika(akhlaq)-kini telah berkembang pesat dengan sejumlah argumen-argumen yang
lebih akomodatif terhadap perkembangan sosial dan budaya, termasuk
masalah-masalah konservasi lingkungan. Dimensi pemahaman Syari'ah jua telah
memasukkan komponen-komponen masalah kemodernan dalam kerangka kerja sama
global. Dimensi pemahaman Syari'ah kontemporer tidak berdiri dalam suatu ruang
yang terisolir dan ekslusif dari kebutuhan masyarakat tetapi menyatu dalam
spirit global, seperti dalam sumbangannya pada masalah-masalah peanganan krisis
lingkungan. Memisihkan pemahaman dan implimentasi Syari'ah dari
kepentingan-kepentingna kerja sama global, maka akan mereduksi pesan moral
Syari'ah ke dalam ideologi atau teologi eksklusif dan, karena itu, kehilangan
relenvasnsinya dengan semangat dunia untuk menangani ancaman kepunahan
kehidupan di bumi karena krisi lingkungan yang makin memburuk.
Itulah
sebabnya, argumen konservasi lingkungan dalam perspektif Syari'ah harus
dieksplorasi ke arah yang lebih universal dan global sehingga dapat memperkuat
usaha-usaha menanggulangi krisis-krisis lingkungan dalam perspektif
perkembangan, pemahaman Syari'ah bukanlah suatu entitas yang statis, tetap
selalu mengalami perkembangan. Konsep pemahaman Syari'ah ( dalam bentuk fikih,
teologi, tasawuf, dan etika) sebagaimana "Rule of law" tidak muncul
tiba-tiba tetapi merupakan hasil dari suatu perkembangan tersendiri. Sampai
saat ini telah dikenal fikih, teologi, etika, hukum dan konvensi-konvensi baru
untuk mengatur dan melindungi manusia beserta lingkungannya. Ekspansi jangkauan
pemahaman Syari'ah, telah beranjak ke aspek-aspek HAM, perlindungan buruh,
perlindungan wanita, Fikih Lingkungan, dan lain sebagainya. Ini menandai bahwa
pemahaman Syari'ah telah merespons ke aspek-aspek yang lebih luas dan mengikuti
struktur masyarkat yang terus berkembang.
Dalam
konteks pemahaman Syari'ah, isu-isu di atas sesungguhnya bukanlah hal baru, Di
dalam al-Qur'an maupun Hadits (syari'ah) banayak disinggung isu-isu tentang HAM, perlindungan wanita, pelestarian
lingkungan, dan tanggung jawab manusia terhadap manusia, alam, dan Allah. Hanya
saja, untuk isu-isu lingkungan hanya disinggung dalam konteks generik dan belum spisifik
sebagai suatu ketentuan hukum yang memiliki kekuatan menggetarkan. Fikih-fikih
klasik telah menyebut isu-isu tersebut dalam bab-bab yang terpisah dan tidak
menjadikannya buku khusus. Ini bisa dimengerti karena konteks perkembangan
struktur masyarakat waktu itu belum memerlukan ketentuan-ketentuan semacam itu
sehingga, mengikuti teori Evolusi Syari'ahnya Mahmoud Muhammad Taha,
implementasinya tetunda sampai situasi dan momentumnya tepat dan relevan.
Para
intelektual Islam telah memperluas ruang lingkup kajiannya pada isu-isu modern
tersebut dalam karya-karya mereka. Ini menandakan bahwa ada sense of future
dari para ulama untuk memperbesar kapasitaas peran Syari'ah dan pemahamannya
dalam kehidupan modern, termasuk masuknya argumen-argumen baru tenang urgensi
konservasi lingkungan. Pemahaman Syari'ah disadari harus mampu bebicar
dipanggung dunia dalam isu-isu kemanusiaan dan lingkungan, sehingga perannya
tidak lagi terbatas dan eksklusif. Kesadaran untuk melakukan transformasi pemahaman Syari'ah tidak lahir dari luar,
tetapi tumbuh secar organik dari dalam berupa pesan-pesan universal Syari'ah
yang selam ini masih tetunda implementasinya dan belum dieksplorasi secara
optimal. Karena itu,kebutuhan untuk memperluas kapasitas pemahaman Syari'ah
dalam masalah-masalah modern bukanlah suatu hal yang asing dan aneh.
Maksimalisasi peran Syari'ah bisa dilakukan tanpa hambatan teologis. Bahkan hal
itu merupakan bagian integral dari sejarah perkembangan pemahaman Syari'ah yang
menyertai peradaban Muslim. Membangun argumen-argumen konsevasi lingkungan
dalam perspektif Syariah merupakan salah satu diantara yang masih tertinggal
dan belum menjadi arus utama (mainstream) pemikiran umat Islam.
Munculnya
karya-karya fikih kontemporer yan glebih tematik seperti Fiqh al-Mar'ah , Fiqh
al-Bi'ah, Fiqih al-Zakat- untuk menyebut beberapa diantaranay-merupakan bukti
adanya pergeseran besar pilihan-pilihan tema para ulama dengan argumen-argumen baru yang lebih relevan dan
mengakomodasi ingredients kontemporer. Di samping itu, beberapa karya yang
menyitarakan dorongan untuk reformasi pemahaman Islam juga dapat dibaca dalam
karya-karya Mhammad Abduh,Abid Jabiri, Fazlur Rahman, Mahmoud Muhammmad Thaha,
Abdullah Ahmed an-Nai''im, Muhammad Sahrour, dan lain-lainnya. Dorongan pembaruan pemahaman Islam, termasuk
dibidang fikih, teologi, dan etika Islam ini dilakukan untuk melanjutkan
proyek-proyek peradaban Islam agar selalu kompatibel dengan perubahan zaman.
Karena
itu, upaya membangun argumen-argumen konservasi lingkungan dari titik Syari'ah
dan merumusnkannya ke dalam kerangka-kerangka yang lebih sistematik merupakan
sebuah keniscayaan. pengembangan argumen konservasi lingkungna dari perspektif
Syari'ah kini bisa menjadi suatu pilihan urgen di tengah kriss-krisis ekologis
secara sistematis oleh keserakahan manusia kecerobohan penggunaan teknlogi
islam sebagai agama yang secara organik memperhatikan manusia dan lingkungannya
memilki potensi amat besar untuk memproteksi bumi.
Dalam
al-Qur'an sendiri kata-kata "bumi" ('ardh) disebut sebanyak 485 kali
dengan arti dan konteks yang beragam, bahkan kata Syari'ah yang seiring
dipadankan dengan Hukum Islam memiliki arti "sumber air" disamping
bermakna "jalan".Dalam konteks konservasi lingkungan makna Syari'ah
bisa berarti sumber kehidupan yang mencakup nilai-nilai etika dan hukum.
Komponen-komponen
lain di bumi dan lingkungan juga banyak disebutkan dalam al-Qur'an an Hadits .
Sebagai contoh, manusia sebagai pusat lingkungan yang disebut sebagai kholifah
terdapat dalam QS., 21:30; segala yang di langit dan di bumi ditundukkan oleh
Allah kepada manusia QS.,45:13; tentang ait disebut dalam QS.,20:30, 16:65,
30:24, 50:9, dan lain-lainnya. Manusia, bumi, dan makhluk ciptaan lainnya di
alam semesta adalah sebuah ekosistem yang kesinambungannyaamat bergantung pada
moralitas manusia sebagai khalifah di bumi.
Meski
ayat-ayat tersebut lebih bersifat antroposentris (manusia sebagai penguasa
alam), namun ada pemerintah untuk mengelolahnya dengan segenap tanggung jawab
dan kesadaran etis bahwa manusia adalah sebagian dari realias antropokosmik.
Konsep kilafah sebagaimana disebut dalam QS 20:30 bermakna responsibility.
Makna sebagai wakil Tuhan dimuka bumi
hanya kan bermakna jika manusia mampu melestarikan bumi sehingga seluruh
peribadatan dan amal-amal sosialnya dapat dengan tenang ditunaikan . ini masuk
akal karena suatu ibadah atau pengabdian kepada Allah dan manusia tidak dapat
dilakukan jika lingkungan buruk dan atau rusak.
Dalam
kerangka pemikiran di atas, maka melindungi dan merawat lingkungan merupakan
suatu kewajiban setiap Muslim dan bahkan menjadi tujuan pertama Syari'ah.
Tujuan Syari'ah (al-Maqashid al-Syar'iyyah) yang disepakati sejak dulu hingga
sekarang ada lima, yaitu : menjaga agama, menjaga kehidupan, keturunan, hak
milik, dan akal. Musthafa abu-Sway mengomentari lima prinsip di atas dengan
menyatakan bahwa menjaga lingkungan merupakan tujuan tertinggi . Ia beragument
"For if te situation of the environment keeps deteriorating, there will
ultimately be no life, no property and no religion. The environment encompases
the other aims of the Syari'ah " (karena jika keadaan lingkungan kian
memburuk, maka pada akhirnya kehidupan tidak ada lagi, demikian juga hak milik
dan agama. Lingkungan mencaplok tujuan-tujuan Syari'ah yang lainnya).
Gagasan
Mustafa Abu-Sway di atas dapat dianggap sebagai suatu terobosan ijtihad tentang
pelestarian lingkungna berdasarkan Maqashid al-Syari'ah. Muatan-muatan fikih
klasik membahas tema-tema lingkungan secara terpisah dan abstrak perlu diberi
bobot-bobot ekologis. Seperti dapat dibaca, dalam fikih-fikih klasik ada
bab-bab seperti al-Tharah (bersuci), al-Shayd (berburu), Ihya' al-Mawat
(memanfaatkan tanah mati), al-Ath'imah (hukum tentang makanan), al-Asyribah
(hukum tentang minuman), dan lain-lainnya. Tema-tema ini merupakan bagian dari
kajian lingkungan. Tema-tema ini bisa diperluas dengan tema-tema yang lain yang
terkait dan selanjutnya dinaikkan menjadi suatu Fiqh al- Bi'ah atau Fikih
Lingkungan sebagai cara Islam melakukan konservasi lingkungna. Memang tema-tema
itu dalam fikih klasik kurang mendapat perhatian dan tidak dibahas secara
mendalam . Ini disebabkan karena ilmu tentang lingkungan baru berkembang sejak
manusia menyadari bahwa lingkungna sedang mengalami kemerosotan oleh
eksploitasi tanpa batas. Kesadaran tentang masalah lingkungan justru tumbuh
dalam tradisi sufi dan ini hanya sebagai sikap etis kaum sufi di dalam
memandang relasi Tuhan, alam, dan manusia. Namun demikian harus diakui bahwa
pemahaman Syari'ah tentang konservasi lingkungan belum menghasilkan
konsep-konsep utama yang secara operasional dapat melindungi lingkungan
sebagaimanan terjadi pada hukum lingkungan, undang-undang dan konvensi-konvensi
"sekuler".
Hukum
lingkungan dalam perspektif ekologi modern, sebagai contoh, baru berkembang
sejak deklarasi stockholm 1972. Dengan demikian, hukum lingkungan lahir bersama
lahirnya masalah-masalah lingkungan yang dihadapi manusia modern. Ini berarti
membangun argumen konservsi lingkungan dari pijakan syari'ah, sebenarnya, tidak
mengawali dari awal karena topik-topik sudah buil-in dengan kelahiran Islam itu
sendiri. Hanya saja, pemahaman Syari'ah tentang konservasi lingkungan belum
dirumuskan secara sistematis dengan kajian-kajian yang lebih ilmiah. Untuk
melakukan tugasi ini, para ulama harus mempelajari lintas disiplin, memilih
topik-topik secara lebih spesifik, dan membangun argumen-argumen tentang
tingkat urgensinya sehingga konservasi lingkungan memperoleh perhatian yagn
besar dari umat Islam serta menjadi semacam ekoteologi dan ekoetika dalam
kehidupan mereka.
Sebagai
perbandingan,perkembangan hukum Lingkungan itu sendiri kini telah berkembang dengan pesat.
Koesnadi Harjasoemantri dengan mengamati perkembangan hukum lingkungan di
Indonesia menyebutkan beberapa variannya, antara lain :
1.
Hukum tata
lingkungan,
2.
Hukum
perlingdungan lingkungan,
3.
hukum kesehatan
lingkungan,
4.
hukum pencemaran
lingkungan,
5.
hukum lingkungan
trransnasional,
6.
hukum sengketa
lingkungan, dan sebagainya.
Struktur
hukum lingkungan tersebut bisa menjadi komplementer bagi perumusan
argumen-argumen konservasi lingkungan dari titik-titik Syari'ah dan
memperkayanya dengan aspek-aspek lingkungan lain. Dalam karya-karya hukum itu,
argumrn-argumrn yang dibangun menampakkan kebaruan sebagai hasil dari respons
sosio budaya yang ada. Inilah yang di dalam disiplin ushul al-fiqh disebut
dengan istilah 'illat hukum (rasio legis).
Keterlibatan sejumlah negara Islam dalam sejumlah
program aksi global tentang konservasi lingkungan membuat Islam harus memainkan
peran penting melalui kontribusi-kontribusi pemikirannya. Eko Syari'ah bisa
menjadi pintuh masuk bagi usaha-usaha konservasi lingkungan. Bukan saja untuk
memperbaiki kualitas pelindungan lingkungan di negara-negara Musilim itu
sendiri, tetapi juga untuk menupang gerakan global dalam masalah pembangunan
berkesinambungan. Dalam arti inilah, penggalian kembali pesan-pesan konservasi
lingkungan dari perspektif Syari'ah bisa menjadi milestone bagi gerakan
environmentalisme global.
Karena
itu, argumen eko-Syari'ah harus pula menghasilkan konsep-konssep utama tentang
konservasi lingkungan sebagaimana pembangunan Syari'ah itu sendiri sepanjang
sejarahnya telah menghasilkan Fiqh
al-Mar'ah, Fiqh al-Zakat, Fiqh al- Siyasah, Fiqh al-Ibadah, Fiqh al-Mawaris,
dan lain-lainnya yang sudah populer di tengah-tengah umat. Sebagaimana para
ualama telah membangun dasar-dasar argumen ontologi varian fikih diatas,
konseravasi lingkungan pun memerlukan argumen-argumen Syari'ah sehingga memiliki basis-basis
yang kuat dalam usaha implementsinya dalam
umat Islam.
Tentu saja diperlukan sejumlah metode untuk
merumuskan secara sistematis konsep-konsep konservasi lingkungan berbasis
Syari’ah. Metode-metode jurisprudensi (ushul al-fiqh) konvensional seperti
qiyas, ijma’, istihsan, mushalahah muralah, syad al-dzara’i, dan lainnya masih
bisa digunakan. Namun demikian, metode-metode batru masih tetap diperlukan .
Untuk ini masih bisa dipinjam , misalnya, pendekatan hermeneutik dan pendekatan
lain yang lebih tepat dan mampu meenkontruksi-merekonstruksi kandungna
al-Qur’am dan Hadis (Syari’ah) secara maksimal. Sesungguhnya, penggunaan
meetode baru diperlukan untuk menerobos kebekuan dan bergerak ke
dimensi-dimensi yang tidak biasa. Metode yang berbeda akan menghasilkan yang
berbeda. Menyadari ini, maka kombinasi antara metode konvensional dan metode
baru masih tetap dilakukan untuk mendapatkan hasil-hasil rumusan Syari’ah yang
holistik tentang konservasi lingkungan.
Upaya
pengayaan metodologi dalam kajian-kajian fiqih, khusunya, dan ilmu-ilmu sosial,
pada umumnya, bertujuan untuk menemukan
dimensi-dimensi internal ayat sehingga fikih dalam Islamic Studies terus
dinamis dan terhindar dari irrelvansi dengan kehiduoan modern. Karena itu,
argumen-argumen yang dibangun harus mencerminkan kebaruan dan peremajaan
berdasarkan atas problem-problem sosial zamannya. Dalam konteks penelitian ini
, argumen-argumen eko-Syari’ah akan dibangun dari aspek ekologi(ecology), ekoteologi (echoteology), dan ekosofi (ecosh). Tiga argumen ini dimaksudkan
untuk memperkuat basis epistemologis, ontologis, dan juga aksiologis sehingga
argumen konseravasi lingkungan sebagai tujuan tertinggi Syaria’h bisa menjadi grand-narrative atau
meta-narrative yang bukan saja menjadi kearifan ekologi manusia modern, tetapi
juga sebagai sumbangan islam untuk proyek global
melindungi bumi. Selain itu, konservasi lingkungan berbasis Syari'ah dapat
meng-coutr pandangan-pandangan Descartesien
dan newtonian yang reduksionis
terhadap alam.
Stadi-stadi
tentang konservasi lingkungan berbasis Syari'ah dalam bentuknya yang holistik dan ekologis mempublikasikan Silent
Spring pada 19950-an disusul terbitnya
state of the word ole Wordwatch Institue, kesadaran krisis lingkungan
telah menginternasional. Seyyed Hossen Nasr pada 1960-an juga ikut
mempublikasikan karya-karya tentang kearifan lingkungan dalam titik-titik
metafisika sains. Ziauddin Sardar, disisi lainnya, mengikuti jejak Nasr
mengusung tema-tema Islam dan lingkungan serta mengkritik peradaban barat modern yang telah
memberi persetujuan teologis,politis, dan ekonomis pada agresi tanpa batas
terhadap lingkungan. Krisis-krisis lingkungan yang terus memburuk akhirnya
disadari sebagai sesuatu yang nayata dan bukan sekedar opologi bagi tejadinya
bencana-bencana.
Bermula
dari karya-karya ekoteologi dan ekosofi di atas, para ulama denga disiplin lain
menulis karya fikih dengan memasukkan fenomena baru berupa krisis lingkungan,
perubahan iklim, dan pemanasan global meski dalam bentuknya
yang tidak utuh dan masih merupakan karya rintisan .
Karya-karya itu ternyata, menarik intelektual non-Muslim untuk melakukan
studi-studi lebih jauh atas konsep-konsep etis dan hukum islam tentang
konservasi lingkungan. Hasilnya adalah munculnya berbagai kompilasi karya-karya
sarjana Muslim dan non-Muslim tentang konservasi lingkungan berbasis
Syari'ah yang diikuti pula studi-studi
di sejumlah perguruan tinggi dan universitas.
Berdasarkan
penjelasan diatas, studi-studi terdahulu terkait dengna Islam dan konservasi
lingkugan belumlah sebanyak studi-studi tentang "gender", "fikih
siyasah', "fikih zakat",
"teologi islam", dan studi-studi Islam lainnya.Namun begitu,
ada karya-karya rintisan "Fikih Lingkungan" dan variannya yang dapat
menjadi tonggak bagi studi-studi konservasi lingkungan dalam perspektif
Syari'ah di masa depan. Karya-karya itu antara lain : Ri'ayat al-Bi'ah fi
Syari'at al-Islam karya Yusuf Qaradhawi, Towards an Islamic Jusrisprudence
of the Environment : Fiqh al-Bi'ah fi al-Isam karya Musthafa Abu-Sway dan Islamic
Environmental Ethics,Law,and Society karya Mawil Yuide.Izz Deen.
Karya-karya
yang mengkaji Islam dan lingkungan dari perspektif teologi dan meetafisika
sains dapat ditemukan dalam karya-karya Seyyed Hosein Nasr, yaikni antara lain
: The Encounter of Man and Nature, Religion an the Order of Nature, A Young
Muslim's Guide to the Modern Word , science and Civilization in Islam, Islam
and the Environmental Crisis, dan lain-lainnya. Dalam buku-bukunya itu, Nasr
mengemukakan kritik atas krisis lingkungan oleh sains modern yang sekuler dan
absen dari nilai-nilai spiritual,. Selanjutnya, Nasr mengajukan berbagai
rekomendasi diantaranya ialaha melalui panggilan kembali nilai-nilai Isla,
Kristen, Yahudi, dan tradisi agama-agma dunia untuk melindungi bumi. Meski
karya-karya Nasr tidak meletakkannya dalam kerangka diskursus hukum Islam,
namun nilai gagasan-gagasannya amat mendukung proyek kinservasi lingkungan
berbasis kearifan ajaran agama, utamanya ajaran Islam.
Karya-karya
yang sejenis dengan Nasr juga dapat dilacak dalam karya-karya Ziauddin Sardar,
Islamic Futures, dan The Touch of Midas, Science, Values, and Environment in
Islam and the West, Seyyed Nomanul Haq, Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya), dan
lain-lainnya. Titik-titik Metafisika sains yang kemudian dianggap oleh
ecothinkers disebut sebagai ecotheology (ekoteologi) dan ecoshopy (ekosofi) ini
memperkaya basis-basis kearifan lingkungan yang sangat diperlukan dalam Fikih
Lingkungan.
Karya-karya
muslim terebut di atas memilliki paralelisme dengan karya-karya ekotologi an
ekosofi Barat seperti L. KavehAfrasiabi berjudul Toward and Islamic Ecoheology,
Karya Thomas Berry Dream of The Earth, karya J. Bair Calicott The World's Great
Ecological Insight : A Critical Survey of Traditional Environmentasl Ethics
from the Mediterranean Basin in the Australian Outback, karya William Chittick
the Concept of Human Perfection, karya Fritjof Capra The Tao of Physic, dan
lain-lain. Krya-karya trsebut memberi landasan teologii, tasawuf, dan filosofis
tentang keharusan etis melindungi lingkungan dan meletakkan relasi manusia
dengan lingkungan secara sakral.
Selanjunya
studistudi konservasi lingkungan dari titik-titik Islam yang silakukan oleh
orang Indonesia antara lain: Merintis Fikih Lingkungan (Ali Yafie, 2006),
Teologi Lingkungan Islam (Disertasi Mujiyono, 2001), Perspektif Hukum Islam
Tentang Lingkungan Hidup (Abdul Qadir Gassing, 2002), dan lain-lainnya.
studi-studi tersebut berusaha mengurangi keterkaitan antar ajaran Islam
(Syari'ah) dengan usaha-usaha perlindungan lingkungan.
"Towards
an Islamic Jusrisprudence of the Environment : Fiqh al-Bi'ah fi al-Isam" karya Musthafa Abu-Sway yang disampaikan di Masjid
Belfast pada Februari 1998. Musthafa menjelaskan bahwa Islam merupakan agama
yang paling komprehensif dalam perhatiannya terhadap masalah-masalah manusia
dan lingkungan. Dia juga menyajikan ayat-ayat al-Qur'an dan Hadist untuk
menunjukkan bahwa Islam memiliki kepedulian yang besar pada soal lingkungan.
Konsep
Khalifah sebagaimna yang disebut dalam QS, 2:3 menurut Musthafa tidak akan
berarti bila ia tidak mampu melakukan tugas-tugas mengelola lingkungan.
Menurutnya, al-maqashid al-syar'iyyah yang terumus dalam lima prinsip, yakni
menjaga agama,jiwa,akal,keturunan, dan hak milik tidak akan ada bila lingkungan
rusak atau kian buruk. Dengan kata lain, ekstensi al-maqashid al-syar'iyyah
bergantung pada kondisi-kondisi lingkungan hidup. Karena itu, menurut Musthafa
selanjutnya, merawat lingkungan menduduki peringkat tertinggi dari al-maqashid
al-syar'iyyah (tujuan syari'ah).
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesalehan lingkungan ?
2. Bagaimana peran islam dalam penyelamatan lingkungan ?
3. Bagaimana cara pemanfaatan sumber daya alam?
4. Bagaimana pencemaran lingkungan ?
5. Apa saja akar-akar krisis lingkungan ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesalehan lingkungan
2. Untuk mengetahui peran islam dalam penyelamatan lingkungan
3. Untuk mengetahui cara pemanfaatan sumber daya alam
4. Untuk mengetahui macam-macam pencemaran lingkungan
5. Untuk mengetahui macam-macam akar-akar krisis lingkungan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kesalehan Lingkungan
Kesalehan
bagi sebagian besar masyarkat merupakan bentuk ketaatan terhadap hukum agama
yang terjewentahkan dalam ritual keagamaan seperti shalat, puasa, naik haji.
Pandangan perlu diperluas , sebab kesalehan tidak semata-mata sekedar
menjalankan ibadah atau ritual keagamaan. Kesalehan yang hanya terbatas pada
aktivitas ritual agama saja akan menjadi sempit karena menafikan relasi manusia
dengan lingkungan sebagai tempaat berpijak. Kesalehan yang sesungguhnya adalah
akhlak yang paripurna karena sesungguhnya agama itu adlaah akhlak yang baik (khusnuk
khuluk).
Akhlak
yang baik merupakan akhlak yang di dalamnya mencakup relasi manusia-Tuhan,
relasi antarmanusia, dan relai manusia-lingkungan. Manusia dengan lingkungan
sesungguhnya terdapat relasi yang sangat erat. Manusia sangat bergantung pada
alam, kerusakan alam adalah ancaman bagi eksistensi manusia. Berbeda denga
alam, alam tidak memiliki ketergantungan langsung dengan manusia meskipun rusak
tidaknya alam dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Ketergantungan manusia akan
alam seharusnya menyadarkan manusia untuk senantiasa menjaga dan merawatnya.
Cara membangun kesalehan lingkungan erat kaitannya dengan akhlak terhadapa
lingkungan. Akhlak bergantung pada pengendalian hawa nafsu. Hal ini berarti
kesalehan lingkungan bergantung pada bagaimanna manusia mampu mengendalikan
hawa nafsu untuk tidak semena-mena terhadap lingkungan dapat berupa eksplorasi
sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab, ilegal logging, aktivitas yang
berakibat pencemaran, dan lain-lain.
2.1.1 Cara-cara membentuk
kesalehan lingkungan :
1.
Revatalisasi
ajaran agama, bentuk ajaran agama yagn didominasi dogma-dogma yang sempit perlu
diperluas. Kontekstualisasi agama perlu diperbanyak agar cakrawala pemikiran
dan tindakan lebih luas, tidak hanya sekedar ritual keagamaan saja
2.
Tadabur
alam yang kita tempati sungguh eksotik. Birunya laut, gemuruh ombak, hijaunya
alam dengan aneka flora dengan faunanya adalah anugrah Tuhan yang tiada tara.
Keeksotikan dan keindahan alam adalah modal untuk kita berpikir, merenung, dan
bermuara pada aktifitas untuk memanfaatkan, mengelola, dan menjaga dengan penuh
tanggung jawab.
3.
Muhasabah
dari fenomena alam panas bumi yang semakin meningkat, bencana alam yang sering
kita dengar, musim yang tidak teratur, dan rusaknya lapisan ozon adalah
fenomena alam yang mestinya menjadi sumber muhasabah bagi setiap individu
terhadap berbagai aktivita yang telah dilakukan selama ini.Rusaknya alam pada
wilayah tertentu berdampak pada kekacauan lingkungan di seluruh permukaan bumi.
4.
Berpartisipasi
dalam program hijau, program hijau semakin banyak variasinya. Ibu rumah tangga
bisa langsung melaksanakan prgram hijau dari aktivitas di rumah tangga seperti
pengelolaan sampah rumah tangga, pak sopir dapat berpartisipasi dengan
membatasi emisi kendaraan bermotornya, pengelolah supermarket perlu mengganti
kantong plastik dengan kantong yang dapat didaur ulang, dan lain sebagainya.
5.
Program
reward dan punishment yaitu dengan cara
pemerintah memberikan reward kepada siapa saja yang berpartisipasi dalam
menjaga kelestarian lingkungan, dan program ini telah dilaksanakan. Namun program punishment terhadap siapa saja
yang melakukan aktivitas yang dapat atau berpotensi merusak lingkungan belum
dilakukan dengan tegas.
2.1.2 Prinsip-prinsip
kesalehan lingkungan
Berdasarkan
pada beberapa pendapat tentang biosentrisme, ekosentrime, teori mengenai hak
asasi alam, dan ekofeminisme, ada beberapa prinsip moral yang relevan untuk
lingkungan hidup . Prinsip ini akan menjadi pegannga dan tuntunan bagi prilaku
kita dalam berhadapan dengna alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung
maupun prilaku terhadap manusia yang berakibat tertentu pada alam, dan juga
untuk perubahan kebijakan sosial,politik, dan ekonomi untuk lebih pro lingkungan dan dalam rangka itu untuk
mengatasi krisis ekologi sekarang ini.
Prinsip
kesalehan lingkungan bertumpu pada dua unsur pokok dari pendapat biosentrisme
dan ekosentrisme. Pertama, komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas
sosial, melainkan mencakup komunitas ekologi seluruhnya. Kedus, hakikat manusia
bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga makhluk ekologisdan
relegius.
1.
Muhasabah
(Evaluasi Diri)
Antroposentrisme menghormati lingkungan karena beranggapan bahwa kepentingan manusia bergantung pada kelestarian dan integritas lingkungan. Sedangkan biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa manusia mempunyai kewajban moral untuk menghargai lingkungan dengan segala isinya karena manusia adalah bagian dari lingkungan dan karena lingkungna mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Dengan mendasarkan diri pada teori bahwa komunitas ekologis adalah komunitas moral, setiap anggota komunitas manusia ataupun bukan mempunyai kewajiban moral untk saling menghormati. Secara khusus, sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk melakukan evaluasi dalam kehidupannya terhadap lingkungan, baik pada manusia maupun pada makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya.
Sebagai bukti nyata adanya evaluasi untuk menjadi lebih baik dalama pengelolaan lingkungan, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan lingkungna beserta seluruh isinya. Secara negatif itu artinya manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan lingkungan beserta seluruh isinya, tanpa alasan yang dibenarkan secara moral.
Antroposentrisme menghormati lingkungan karena beranggapan bahwa kepentingan manusia bergantung pada kelestarian dan integritas lingkungan. Sedangkan biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa manusia mempunyai kewajban moral untuk menghargai lingkungan dengan segala isinya karena manusia adalah bagian dari lingkungan dan karena lingkungna mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Dengan mendasarkan diri pada teori bahwa komunitas ekologis adalah komunitas moral, setiap anggota komunitas manusia ataupun bukan mempunyai kewajiban moral untk saling menghormati. Secara khusus, sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk melakukan evaluasi dalam kehidupannya terhadap lingkungan, baik pada manusia maupun pada makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya.
Sebagai bukti nyata adanya evaluasi untuk menjadi lebih baik dalama pengelolaan lingkungan, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan lingkungna beserta seluruh isinya. Secara negatif itu artinya manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan lingkungan beserta seluruh isinya, tanpa alasan yang dibenarkan secara moral.
2.
Murraqobah
(Kedekatan kepada pencipta alam)
masing-masing, Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, mempunyai konsekuensi melakukan murraqobah sebagai bentuk ketaatan dan kesalehan terhadap lingkungan, Karena keseluruhan perilakunya terhadap lingkungan akan dimintai pertanggungajawabannya di hadapan Tuhan.
Prinsip tanggunag jawab ini menuntut manusia untuk meningkatkan kualitas murraqobah pada Tuhan sebagai bentuk keseimbangan dalam keberlangsungan hidup pada alam semesta dan fana dengan mengambil prakarsa,usaha, kebijakan,dan tindakan nyata secara bersama untuk menjaga alam semesta dengan isinya. Tingkat murraqobah yang semaikn dekat pada Tuhan akan menyadarkan tentang kelestarian dan kerusakan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Murraqobah juga terwujud dalma bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja atupun tidak sengaja merusak dan membahayakan eksistensi alam smesta, bukan karena kepentingan manusia tergantung dari eksistensi alam, melainkan karena alam bernilai pada dirinya sendiri.
atas dasari ini, secara normatif seharusnya tidak perlu terjadi apa yang disebut Garret Hardin sebagai "the tragedy of the commus". Tragedi milik bersama ketika setiap orang merasa selalu berkata, tetapi tidak berubah untuk menjadi contoh, akibat lunturnya nilai Murroqobah.
masing-masing, Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, mempunyai konsekuensi melakukan murraqobah sebagai bentuk ketaatan dan kesalehan terhadap lingkungan, Karena keseluruhan perilakunya terhadap lingkungan akan dimintai pertanggungajawabannya di hadapan Tuhan.
Prinsip tanggunag jawab ini menuntut manusia untuk meningkatkan kualitas murraqobah pada Tuhan sebagai bentuk keseimbangan dalam keberlangsungan hidup pada alam semesta dan fana dengan mengambil prakarsa,usaha, kebijakan,dan tindakan nyata secara bersama untuk menjaga alam semesta dengan isinya. Tingkat murraqobah yang semaikn dekat pada Tuhan akan menyadarkan tentang kelestarian dan kerusakan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Murraqobah juga terwujud dalma bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja atupun tidak sengaja merusak dan membahayakan eksistensi alam smesta, bukan karena kepentingan manusia tergantung dari eksistensi alam, melainkan karena alam bernilai pada dirinya sendiri.
atas dasari ini, secara normatif seharusnya tidak perlu terjadi apa yang disebut Garret Hardin sebagai "the tragedy of the commus". Tragedi milik bersama ketika setiap orang merasa selalu berkata, tetapi tidak berubah untuk menjadi contoh, akibat lunturnya nilai Murroqobah.
3.
Muahaddah
(Kesatuan)
semesta, manusia memiliki kedudukan sederajat dan setara degan alam dan semua makhluk hidup lain yang ada di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan muahaddah , perasaan sepenanggungna dengan alam dan dengna sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain di alam semeta ini. Manusia dapat merasa sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan yang memilkukan berupa rusak dan punahnya suatu makhluk hidup lain di alam semseta ini.
Prinsip ini mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan kehidupan di alam ini. Karen alam dan semua yang ada di dalamnya mempunyai nilai yang samadengan kehidupan manusia. Ukhuwak kosmis akan mencegah manusia untuk tidak meruak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri, Ukhuwah alam berfungsi sebagai pengendali moral, untuk mengharmoniskan manusia dengan ekositem seluruhnya. Muahaddah dalam komisi ini berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan ekositem.
Terbentuknya nilai muahaddah dalam pengelolaan lingkungna telah mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam, pro lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Nilai muahaddah dalam bentuk kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, sesama makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara,tidak disakiti,dan dirawat. Semakin mencintai dan peduli kepada lingkungan, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi dengna identitasnya yang kuat.Karena alam memang menghidupkan, tidak hanya dalam pengertian fisik, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.
semesta, manusia memiliki kedudukan sederajat dan setara degan alam dan semua makhluk hidup lain yang ada di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan muahaddah , perasaan sepenanggungna dengan alam dan dengna sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain di alam semeta ini. Manusia dapat merasa sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan yang memilkukan berupa rusak dan punahnya suatu makhluk hidup lain di alam semseta ini.
Prinsip ini mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan kehidupan di alam ini. Karen alam dan semua yang ada di dalamnya mempunyai nilai yang samadengan kehidupan manusia. Ukhuwak kosmis akan mencegah manusia untuk tidak meruak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri, Ukhuwah alam berfungsi sebagai pengendali moral, untuk mengharmoniskan manusia dengan ekositem seluruhnya. Muahaddah dalam komisi ini berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan ekositem.
Terbentuknya nilai muahaddah dalam pengelolaan lingkungna telah mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam, pro lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Nilai muahaddah dalam bentuk kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, sesama makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara,tidak disakiti,dan dirawat. Semakin mencintai dan peduli kepada lingkungan, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi dengna identitasnya yang kuat.Karena alam memang menghidupkan, tidak hanya dalam pengertian fisik, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.
4.
Muaqobah
Prinsip
muaqobah , yang ditekankan adalah nilai, kualitas, cara hidup yang baik, dan
bukan kekayaan, sarana, standar material. Yang ditekankan bukan rakus dan tamak
mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya. Yang lebih penting adalah
mutu kehidupan yang lebih mulia di hadapan sang pencipta alam yakni Allah SWT.
Prinsip
ini penting karena, pertama, krisis ekologis sejauh ini terjadi karena
pandangan antroposentris yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan
pemuas kepentingan hidup manusia. Kedua, krisi ekologis terjadi karena, pola
dan gaya hidup manusia modern yang konsumtif, tamak, dan rakus.Tentu saja tidak
berarti manusia tidak boleh memanfaatka alam untuk kepentinganya, kalau manusia
mengerti kedudukannya sebagai bagian dari integral alam maka manusia akan
memanfaatkan alam secukupnya dan menjaganya dengan baik.
Dengan
akal dan budi yang telah dianugrahkan Allah kepada manusia, ia dapat mengelolah
bahan mentah yang telah tersedia di bumi, baik di permukaan bumi, diperut bumi,
maupun di dalam lautan dan didasarnya. Kesejahteraan hidup besar bergantung
pada pandainya manusia mengelola alam lingkungan sesuai dengan tujuan Allah
menciptakan itu semua.
وَلَقَدْ
مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ ۗ قَلِيلًا مَا
تَشْكُرُونَ
"Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur." (QS Al-A’raf : 10)
وَجَعَلْنَا
لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ
"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi
keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu
sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya." (QS
Al-Hijr :20)
Bahkan disediakan untuk manusia itu, bukan saja yang
ada di bumi, bahan-bahan keperluan hidup disediakan pula apa yang terkandung di
langit seperti : matahari, bintang-bintang, udara, hujan, dan benda-benda lain
yang ditundukkan Allah bagi kemudahan manusia dalam mengelola kebutuhan
hidupnya.
وَسَخَّرَ لَكُمْ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir." (QS
Al-Jasiyah : 13)
2.2 Islam dan Penyelamatan Lingkungan
Krisis
ligkungan yang terjadi saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan
fundamentalis-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia terhadap
dirinya,alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Kesalahan itu
menyebabkan kesalahan pola perilaku manusia, terutama dalam berhubungan dengan
alam.
Aktivitas
produksi dan perilaku konsumtif manusia melahirkan sikap dan perilaku
eksploitatif. Di samping itu, paham materialisme, kapitalisme, dan pragmatisme
dengan kendaraan sains dan teknologi telah ikut mempercepat dan memperburuk
kerusakan lingkungan.
Beberapa
upaya yang dilakukan untuk penyelamatan lingkungan seperti, penyadaran terhadap
masyarakat dan pemangku kepentingan, upaya pembuatan peraturan, kesepakatan
internasional, undang-unang maupun melalui penegakan hukum. Penyelamatan
melalui pemanfaatan sains dan teknologi serta program-program teknis lain.
Islam
mempunyai konsep yang sangat jelas tentang pentingnya konservasi, penyelamatan,
dan pelestarian lingkungan. Konsep Islam tentang lingkungna ini ternyata
sebagian telah diadopsi dan menjadi
prisnip ekologi yang dikembangkan oleh para ilmuwan lingkungan. Prinsip-peinsip
ekologi ini telah pula dituangkan dalam bentuk beberapa kesepakatan dan inovasi
dunia yang berkaitan dengan lingkungan. Akan teap, konsep Islam yang sangat
jelas tersebut belum dimanfaatkan secara nyata dan optimal.
Maka,
harus segera dilakukan penggalian secar komprehensif tentang konsep Islam yang
berkaitan dengan lingungan serta implementasi dan revitalisasinya. Konsep Islam
ini bisa digunakan sebagai dasar bijakann (moral dan spiritual) dalam upaya
penyelamatan lingkungna atau dapat disebut sebagai "teologi
lingkungan". Sains dan teknologi saja tidak cukupdalam upaya penelamatan
lingkungna yang sudah sangat parah dan mengancam eksistensi dan fungsi planet
bumi ini. Mengenai pembahasan kekrusakan lingkungan terdapat tiga pusat
perhatian (komponen) bahasan yakni Tuhan, manusia, dan alam, yang ketiganya
mempunyai kesatuan hubungan fungsi dan kedudukan
2.2.1 Ayat-ayat Al-Qur'an
yang Berkaitan dengan Pelestarian Lingkungan :
1. Ar-Rum Ayat 41-42
Artinya :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
" (QS Ar Rum : 41)
"Katakanlah : Adakanlah perjalanan di muka bumi
dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 42)
2. Al A’raf
Ayat 56-58
Artinya :
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik." (QS Ar-A'raf : 56)
"Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu
telah membawa angin mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami
turunkan hujan di daerah itu, maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu
berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang
telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran." (QS AR-A'raf : 57)
"Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh
subur dengan seizin allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya
tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi
orang-orang yang bersukur." (QS AR-A'raf : 58)
3. Sad ayat 27-28
Artinya :
“Dan kami tidak
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah.
Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir
itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS Sad : 27 )
" Patutkah Kami menganggap orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat
kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa
sama dengan orang-orang yang berbuat ma’siat?" (QS Sad : 28)
4. Yunus ayat 101
Artinya :
“Katakanlah :
Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang
tidak beriman.” (QS Yunus :101)
5. Al-Baqarah ayat 164
Artinya :
“ Sesungguhya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari berupa air , lalu dengan
air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi sungguh (terdapat) tana-tanad (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al-Baqarah : 164)
6. Al-Qasas Ayat 77
وَابْتَغِ فِيمَا
آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي
الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya :
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan." (QS Al-Qasas :
77)
2.3 Pemanfaatan sumber alam
Lingkungan
hidup berupa sumber alam merupakan kekayaan yang disediakan untuk manusia,
hendaklah manusia memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
1. Tanah dan Air
Hingga penggunaan mekanisasi yang modern, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkin tanah memberikan hasil yang berlipat ganda, yaitu peningkatan produksi panen yang berasal dari tanah.
Allah SWT telah menegaskan pentingnya air bagi makhluk hidup di dunia ini. Sebagian besar aor di bumi ini berasal dari samudera yang luas,melalui siklus hujan, maka air merembes ke sumur,sebagian mengalir ke lembah dan sungai.
Lebih kurang 200 ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan maslah botani (ilmu tumbuh-tumbuhan) yang menunjukkna pentingnya sektor tersebut. Botani sebagai ilmu yang berdiri sendiri berguna dalam kehidupan manusia, karena dengan pengetahuan itulah manusia dapat mengambil manfaat dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.Kehadiran tumbuhan itu sendiri merupakan bukti (ayat) adanya Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pemelihara, dan Maha Pengasih kepada hamba-hambanya;
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ
"Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam?" (QS Al-Waqi'ah : 63)
أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ
"Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?" (QS Al-Waqi'ah : 64)
لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ
"Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang." (QS Al-Waqi'ah : 65)
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ
"Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum." (QS Al-Waqi'ah : 68)
أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ
"Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?" (QS Al-Waqi'ah : 69)
لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
"Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?" (QS Al-Waqi'ah : 70)
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
" Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah: 22)
َلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
"Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS Az-Zumar: 21)
يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالْأَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dia (Allah) menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS An-Nahl :16)
وَاللَّهُ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
"Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)." (QS An-Nahl:65)
Artinya tanpa hujan, maka bumi akan menjadi bulan atau gurun sahara yang tandus. Tidak ada tumbuhan yang hidup tanpa air, demikian pula manusia dan hewan . Kita akan mendapatkan bumi akan setandus dan sekering gurun Sahara jika di bumi tidak ada air, maka bumi akan mati.
Hingga penggunaan mekanisasi yang modern, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkin tanah memberikan hasil yang berlipat ganda, yaitu peningkatan produksi panen yang berasal dari tanah.
Allah SWT telah menegaskan pentingnya air bagi makhluk hidup di dunia ini. Sebagian besar aor di bumi ini berasal dari samudera yang luas,melalui siklus hujan, maka air merembes ke sumur,sebagian mengalir ke lembah dan sungai.
Lebih kurang 200 ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan maslah botani (ilmu tumbuh-tumbuhan) yang menunjukkna pentingnya sektor tersebut. Botani sebagai ilmu yang berdiri sendiri berguna dalam kehidupan manusia, karena dengan pengetahuan itulah manusia dapat mengambil manfaat dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.Kehadiran tumbuhan itu sendiri merupakan bukti (ayat) adanya Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pemelihara, dan Maha Pengasih kepada hamba-hambanya;
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ
"Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam?" (QS Al-Waqi'ah : 63)
أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ
"Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?" (QS Al-Waqi'ah : 64)
لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ
"Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah kamu heran tercengang." (QS Al-Waqi'ah : 65)
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ
"Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum." (QS Al-Waqi'ah : 68)
أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ
"Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?" (QS Al-Waqi'ah : 69)
لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
"Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?" (QS Al-Waqi'ah : 70)
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
" Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah: 22)
َلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
"Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS Az-Zumar: 21)
يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالْأَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dia (Allah) menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS An-Nahl :16)
وَاللَّهُ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
"Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)." (QS An-Nahl:65)
Artinya tanpa hujan, maka bumi akan menjadi bulan atau gurun sahara yang tandus. Tidak ada tumbuhan yang hidup tanpa air, demikian pula manusia dan hewan . Kita akan mendapatkan bumi akan setandus dan sekering gurun Sahara jika di bumi tidak ada air, maka bumi akan mati.
2. Hutan
Hutan berperan sebagai pelindung banjir, longsor, dan penympan persediaan air di pegunungan. Kayu-kayu besar dan daun-daunnya yang rimbun serta akar-akar yang menjalar bersama-sama semak-semak di sekitarnya menampung air hujan yang selalu turun di pegunungan. Betapa buruknya dampak dari penebangna hutan semena-mena tanpa upaya untuk melestarikannya atau meremajakannya kembali. Tanah longsor, air terus-menerus keruh dan banjir besar sering tak terkendali.
Dari hutan juga dapat diperoleh bermacam-macam hasil untuk keperluan kehidupan, seperti rotan untuk alat-alat rumah tangga, kayu untuk bahan pembuat rumah, kursi, meja, bahan baku kertas, dan sebagainya. Dan juga sebagai tempat perlindungan bagi satwa dan beraneka jenis hewan.
Hutan berperan sebagai pelindung banjir, longsor, dan penympan persediaan air di pegunungan. Kayu-kayu besar dan daun-daunnya yang rimbun serta akar-akar yang menjalar bersama-sama semak-semak di sekitarnya menampung air hujan yang selalu turun di pegunungan. Betapa buruknya dampak dari penebangna hutan semena-mena tanpa upaya untuk melestarikannya atau meremajakannya kembali. Tanah longsor, air terus-menerus keruh dan banjir besar sering tak terkendali.
Dari hutan juga dapat diperoleh bermacam-macam hasil untuk keperluan kehidupan, seperti rotan untuk alat-alat rumah tangga, kayu untuk bahan pembuat rumah, kursi, meja, bahan baku kertas, dan sebagainya. Dan juga sebagai tempat perlindungan bagi satwa dan beraneka jenis hewan.
3. Pertambangan
Sumber kekayaan yang
berada di dalam perut bumi dikenal sebagai bahan tambang. Baha-bahan tambang
itu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ayat-ayat al-Qur'an yang
mengisyaratkan tentang adanya mineral dalam bumi yang dapat dikeluarkan melalui
eksplorasi pertambangan. (QS 57:4) disebutkan :
"
Dialah (Allah) yang menjadikan langit dan bumi dalam enam masa, dan Dia
bersemayam di atas Arasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepadanya. Dia beserta kamu di mana saja kamu beraa dan Allah melihat apa yang
kamu kerjakan."
Dengan pengetahuan geologi dan
minerologi, sebagian dari isi bumi telah berhasil disingkap dan dapat dinikmati
oleh manusia. Isyarat-isyarat tambang ini bisa ditelaah dari (QS 99: 1-2) dan
(QS 57: 25) dan sebainya.
2.4 Pencemaran Lingkungan
Polusi
atau pencemaran adalah suatu keadaan di mana kondisi suatu habitat (tempat di
mana makhluh itu berada) tidak murni lagi.
macam-macam pencemaran lingkungan :
1.
Pencemaran
Tanah
Pencemaran tanah disebabkan berbagai hal, seperti sampah-sampah plastik, kaleng-kaleng, rongsokan kendaraan yang sudah tua . Plastik tidak dapat hancur oleh proses pelapukan dan besi tua menimbulkan karat, sehingga tanah tidak dapat ditumbuhi tumbuhan.
Pemakain pupuk yang terlalu banyak, tidak wajar dan tidak menurut aturan yang telah ditentukan dapat juga menyebabkan polusi tanah. Tanah pertanian menjadi kering dan keras.
Pencemaran tanah disebabkan berbagai hal, seperti sampah-sampah plastik, kaleng-kaleng, rongsokan kendaraan yang sudah tua . Plastik tidak dapat hancur oleh proses pelapukan dan besi tua menimbulkan karat, sehingga tanah tidak dapat ditumbuhi tumbuhan.
Pemakain pupuk yang terlalu banyak, tidak wajar dan tidak menurut aturan yang telah ditentukan dapat juga menyebabkan polusi tanah. Tanah pertanian menjadi kering dan keras.
2.
Pencemaran
Udara
Pencemaran udara dapat
disebabkan oleh asap yang keluar dari pabrik-pabrik dan dari kendaraan bermotor dan dapat juga disebabkan hawa tubuh manusia
atau pemukiman yang terlalu padat dan
sesak. Makin besar jumlah penduduk, bersamaan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, makin banyak pula pabrik yang didirikan serta diproduksi
mesin-mesin serta kendaraan bermotoruntuk mencukupi kebutuhan penduduk.
2.5 Akar-Akar Krisis Lingkungan
Makna
krisis menurut Merriam-Webster's online Dictionary adalah sebuah peristiwa yang
secara emosional penting atau perubahan keadaan secara radikal dalam kehidupan
seseorang , situasi yang telah mencapai fase kritis, seperti krisis lingkungan.
1.
Krisis
Spiritual
Krisis spiritual merupakan krisis yang bersifat subyektif, artinya krisis ini tidak berada di dalama obyek-obyek yang nyata dan terlihat. Spiritual atau istilah Al-Gore human spirit adalah pilar penting yang mengoprasikan seluruh kesadaran manusia termasuk dalam operasi-operasi teknologi, industri, operasi pengelolahan hutan, air, binatang, laut, tanama, dan lain-lainnya yang menjadi lingkungna hidup bagi makhluk Tuhan.
Krisis spiritual merupakan krisis yang bersifat subyektif, artinya krisis ini tidak berada di dalama obyek-obyek yang nyata dan terlihat. Spiritual atau istilah Al-Gore human spirit adalah pilar penting yang mengoprasikan seluruh kesadaran manusia termasuk dalam operasi-operasi teknologi, industri, operasi pengelolahan hutan, air, binatang, laut, tanama, dan lain-lainnya yang menjadi lingkungna hidup bagi makhluk Tuhan.
2.
Krisis
Alamiah
Krisis yang disebabkan secara alamiah contohnya Matahari, Matahari telah berjalan miliaran tahun dan telah mempengaruhi sejarah bumi dan seluruh tata surya. Artinya, bencana tentang kepunahan suatu masa baik dalam kurun pra-manusia hingga zaman manusia modern tela mengalami banyak bencana yang mengubah bentuk-bentuk kehidupan di bumi. Menurut Teuku Jacob, sejarah bencana terutama, terutama yang mega dahsyat terjadi secara siklis. Jacob berdasarkan temuan-temuan ilmiah paleontologi mengatakan bahwa siklus mega bencana adalah sekitar 65 juta tahun. Karena dihantam oleh komet dengan kekuatan hampir menyerupai letusan semua gunung berapi di bumi. Bencana ini pernah menimpa bumi di zaman Dinosaurus dan memusnahkan spesies ini. Bencana seperti ini terjadi tanpa melibatkan aktivitas manusia.
Krisis yang disebabkan secara alamiah contohnya Matahari, Matahari telah berjalan miliaran tahun dan telah mempengaruhi sejarah bumi dan seluruh tata surya. Artinya, bencana tentang kepunahan suatu masa baik dalam kurun pra-manusia hingga zaman manusia modern tela mengalami banyak bencana yang mengubah bentuk-bentuk kehidupan di bumi. Menurut Teuku Jacob, sejarah bencana terutama, terutama yang mega dahsyat terjadi secara siklis. Jacob berdasarkan temuan-temuan ilmiah paleontologi mengatakan bahwa siklus mega bencana adalah sekitar 65 juta tahun. Karena dihantam oleh komet dengan kekuatan hampir menyerupai letusan semua gunung berapi di bumi. Bencana ini pernah menimpa bumi di zaman Dinosaurus dan memusnahkan spesies ini. Bencana seperti ini terjadi tanpa melibatkan aktivitas manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhlak yang
baik merupakan akhlak yang di dalamnya mencakup relasi manusia-Tuhan, relasi
antarmanusia, dan relai manusia-lingkungan. Manusia dengan lingkungan
sesungguhnya terdapat relasi yang sangat erat. Manusia sangat bergantung pada
alam, kerusakan alam adalah ancaman bagi eksistensi manusia. Berbeda denga
alam, alam tidak memiliki ketergantungan langsung dengan manusia meskipun rusak
tidaknya alam dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Ketergantungan manusia akan
alam seharusnya menyadarkan manusia untuk senantiasa menjaga dan merawatnya.
Cara membangun kesalehan lingkungan erat kaitannya dengan akhlak terhadapa
lingkungan. Akhlak bergantung pada pengendalian hawa nafsu. Hal ini berarti
kesalehan lingkungan bergantung pada bagaimanna manusia mampu mengendalikan
hawa nafsu untuk tidak semena-mena terhadap lingkungan dapat berupa eksplorasi
sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab, ilegal logging, aktivitas yang
berakibat pencemaran, dan lain-lain.
Prinsip-prinsip
kesalehan lingkungan :
1. Muhasabah (Evaluasi Diri)
2. Murraqobah (Kedekatan kepada pencipta alam)
3. Muahaddah (Kesatuan)
4. Muaqobah
3.2 Saran
Menjaga lingkungan tetap
sehat dan seimbang merupakan kewajiban kita sebagai makhluk yang hidup di dunia
ini, kita harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan mengenai kesehatan
lingkungan, misalnya penghijauan,tadzabur alam, dan lain-lain.
Daftar Pustaka
Abdullah,Mudhofir.,Al-Qur’an
& Konservasi Lingkungan, Jakarta, 2010.
Dyayadi,
Drs, M.T., Alam Semesta Bertawaf (Keajaiban Sains dalam AL-Qur’an), Yogyakarta,
2008.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar